AKHIR KEHIDUPAN MANUSIA
Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan
mematikan kamu; kemudian hanya kepada Rabbmulah kamu akan dikembalikan.
(As-Sajdah:11).
Hari demi hari, bulan demi bulan, bulanpun berganti tahun. Berpuluh tahun
yang lalu, waktu itu kita masih dalam rahim ibunda, kemudian terlahir menjadi
bayi mungil yang menggemaskan, lalu tumbuh menjadi balita yang lucu,
dilanjutkan dengan menjadi anak-anak, kemudian remaja dan jadilah seperti
sekarang yaitu menjadi dewasa, menjadi orang tua anak-anaknya ataupun sudah
mempunyai cucu. Karena sunnatullah, sebuah ketetapan dari Allah Subhanahu wa
ta'ala seiring dengan berjalannya waktu kita manusia pasti akan berubah menjadi
tua dan kemudian mati.
Begitu kira-kira gambaran sederhana tentang siklus hidup manusia di dunia.
Dalam perjalanannya, kadang-kadang ada orang yang melewati hidupnya sampai ia
berumur seratus tahunan lebih, 80an, 60an, atau rata-rata manusia dapat
bertahan hidup. Ada pula yang hanya menikmati kehidupan hanya separuh abad.
Namun tak jarang pula, yang masih muda, badan terlihat sehat dan sempurna,
tidak sedikit yang sudah meregang nyawa, tentu dengan cara dan jalan yang
berbeda-beda. Dan banyak pula cerita tentang bayi yang masih dalam kandungan
yang belum sempat merasakan hidup di dunia, dan belum sempat merasakan hangat
pelukan Ibunya, dibunuh (aborsi) oleh ibunya sendiri lantaran
kehadirannya tidak dikehendaki, karena kehamilannya buah dari hubungan yang
terlarang yang bisa membawa aib bagi diri dan keluarganya, na'udzubillah
min dzalik.
Karena ajal memang tak pernah
memilih kita sudah tua atau muda, masih panjangkah jatah waktu kita hidup
ataukah sudah habis masa untuk berpijak di bumi ini. Dan kebanyakan
dari manusia melupakan akan datangnya kematian, mereka lupa kalau ajal selalu
mengintai di manapun mereka berada. Mereka terlupakan oleh ramainya dunia,
terlena dengan manisnya syahwat, silau dengan gemerlapnya harta. Terlalu sibuk
dengan keinginan-keinginan yang belum kita capai. Adalah baik ketika keinginan
atau cita-cita kita adalah hal yang berorientasikan akherat, tapi kebanyakan
dari kita dilenakan oleh keinginan-keinginan yang bersifat kesenangan semu
belaka.
Sampai-sampai kita lupa bahwa kematian sudah sampai di pelupuk mata. Semua
terperdaya oleh hingar-bingarnya dunia ini. Kebanyakan waktu hidupnya digunakan
untuk sibuk kesana-kemari menggali, mengelola dan menumpuk harta. Dan saat-saat
ketika sakaratul maut itu datang menghampiri barulah ia sadar betapa kehidupan
di dunia amatlah singkat, dan merataplah ia dengan penyesalan yang sangat
ketika menyadari bahwa umurnya telah habis untuk urusan-urusan pangkat, syahwat
dan harta. Tinggallah kini menunggu kedatangan malaikat maut dan merasakan betapa
tersiksa dan sakitnya saat sakaratul maut. Sakit yang tak dapat dikira karena
amat terasa sakitnya.
Sebagian ulama menegaskan bahwa rasa sakit pada sakaratul maut hanya
diketahui hakikatnya oleh orang yang sudah merasakannya. Orang yang belum merasakannya
tentu hanya bisa mengetahuinya sekedar berdasarkan analogi dengan berbagai rasa
sakit yang pernah dirasakan.
Rasa sakit pada sakaratul maut
langsung menghunjam ruh itu sendiri sehingga menerobos seluruh organ-organ
tubuhnya, seluruh jaringan sarafnya, seluruh urat-urat. di tubuhnya, bahkan
juga seluruh persendian tubuhnya, hingga merambati akar rambut dan kulit dari
atas kepala hingga ujung kaki
Jangan tanyakan rasa sakitnya.
Sehingga sebagian orang mengatakan bahwa Kematian itu lebih menyakitkan
daripada sabetan pedang, daripada gigitan gergaji dan sayatan gunting, karena
rasa sakit akibat sabetan pedang, gigitan gergaji, dan sejenisnya hanya
dirasakan karena adanya ruh atau nyawa. Bagaimana
pula apabila yang dicabut adalah ruh sendiri ? Orang yang ditebas pedang masih
dapat berteriak minta tolong karena masih tersisa kekuatan dalam hati dan pada
lisannya. Akan tetapi orang yang menghadapi sakaratul maut sudah kehilangan
suara dan teriakannya, kekuatannya sudah melemah, dan energi tubuhnya sudah
musnah. Hal ini karena musibah sakaratul maut terkadang terlalu berat sehingga
menguasai hati dengan rasa sakit yang dahsyat sehingga melumpuhkan seluruh
anggota tubuh, mengguncang seluruh organ tubuh, dan melemahkan seluruh jengkal
bagian tubuh, sehingga tidak tersisa lagi kekuatan untuk meminta pertolongan.
Katakanlah: "Malaikat maut yang
diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada
Rabbmulah kamu akan dikembalikan. (As-Sajdah:11)
Hari demi hari, bulan demi bulan, bulanpun berganti tahun. Berpuluh tahun
yang lalu, waktu itu kita masih dalam rahim ibunda, kemudian terlahir menjadi
bayi mungil yang menggemaskan, lalu tumbuh menjadi balita yang lucu,
dilanjutkan dengan menjadi anak-anak, kemudian remaja dan jadilah seperti
sekarang yaitu menjadi dewasa, menjadi orang tua anak-anaknya ataupun sudah
mempunyai cucu. Karena sunnatullah, sebuah ketetapan dari Allah Subhanahu wa
ta'ala seiring dengan berjalannya waktu kita manusia pasti akan berubah menjadi
tua dan kemudian mati.
Begitu kira-kira gambaran sederhana tentang siklus hidup manusia di dunia.
Dalam perjalanannya, kadang-kadang ada orang yang melewati hidupnya sampai ia
berumur seratus tahunan lebih, 80an, 60an, atau rata-rata manusia dapat
bertahan hidup. Ada pula yang hanya menikmati kehidupan hanya separuh abad.
Namun tak jarang pula, yang masih muda, badan terlihat sehat dan sempurna,
tidak sedikit yang sudah meregang nyawa, tentu dengan cara dan jalan yang
berbeda-beda. Dan banyak pula cerita tentang bayi yang masih dalam kandungan
yang belum sempat merasakan hidup di dunia, dan belum sempat merasakan hangat
pelukan Ibunya, dibunuh (aborsi) oleh ibunya sendiri lantaran
kehadirannya tidak dikehendaki, karena kehamilannya buah dari hubungan yang
terlarang yang bisa membawa aib bagi diri dan keluarganya, na'udzubillah
min dzalik.
Karena ajal memang tak pernah
memilih kita sudah tua atau muda, masih panjangkah jatah waktu kita hidup
ataukah sudah habis masa untuk berpijak di bumi ini. Dan
kebanyakan dari manusia melupakan akan datangnya kematian, mereka lupa kalau
ajal selalu mengintai di manapun mereka berada. Mereka terlupakan oleh ramainya
dunia, terlena dengan manisnya syahwat, silau dengan gemerlapnya harta. Terlalu
sibuk dengan keinginan-keinginan yang belum kita capai. Adalah baik ketika
keinginan atau cita-cita kita adalah hal yang berorientasikan akherat, tapi
kebanyakan dari kita dilenakan oleh keinginan-keinginan yang bersifat
kesenangan semu belaka.
Sampai-sampai kita lupa bahwa kematian sudah sampai di pelupuk mata. Semua
terperdaya oleh hingar-bingarnya dunia ini. Kebanyakan waktu
hidupnya digunakan untuk sibuk kesana-kemari menggali, mengelola dan menumpuk
harta. Dan saat-saat ketika sakaratul maut itu datang menghampiri barulah ia
sadar betapa kehidupan di dunia amatlah singkat, dan merataplah ia dengan
penyesalan yang sangat ketika menyadari bahwa umurnya telah habis untuk
urusan-urusan pangkat, syahwat dan harta. Tinggallah kini menunggu kedatangan
malaikat maut dan merasakan betapa tersiksa dan sakitnya saat sakaratul maut.
Sakit yang tak dapat dikira karena amat terasa sakitnya.
Sebagian ulama menegaskan bahwa rasa sakit pada sakaratul maut hanya
diketahui hakikatnya oleh orang yang sudah merasakannya. Orang yang belum
merasakannya tentu hanya bisa mengetahuinya sekedar berdasarkan analogi dengan
berbagai rasa sakit yang pernah dirasakan.
Rasa sakit pada sakaratul maut
langsung menghunjam ruh itu sendiri sehingga menerobos seluruh organ-organ
tubuhnya, seluruh jaringan sarafnya, seluruh urat-urat. di tubuhnya, bahkan
juga seluruh persendian tubuhnya, hingga merambati akar rambut dan kulit dari
atas kepala hingga ujung kaki
Jangan tanyakan rasa sakitnya.
Sehingga sebagian orang mengatakan bahwa Kematian itu lebih menyakitkan
daripada sabetan pedang, daripada gigitan gergaji dan sayatan gunting, karena
rasa sakit akibat sabetan pedang, gigitan gergaji, dan sejenisnya hanya
dirasakan karena adanya ruh atau nyawa. Bagaimana
pula apabila yang dicabut adalah ruh sendiri ? Orang yang ditebas pedang masih
dapat berteriak minta tolong karena masih tersisa kekuatan dalam hati dan pada
lisannya. Akan tetapi orang yang menghadapi sakaratul maut sudah kehilangan
suara dan teriakannya, kekuatannya sudah melemah, dan energi tubuhnya sudah
musnah. Hal ini karena musibah sakaratul maut terkadang terlalu berat sehingga
menguasai hati dengan rasa sakit yang dahsyat sehingga melumpuhkan seluruh
anggota tubuh, mengguncang seluruh organ tubuh, dan melemahkan seluruh jengkal
bagian tubuh, sehingga tidak tersisa lagi kekuatan untuk meminta pertolongan.
Bahkan, akal sekalipun telah tertutupi dan terganggu pula karena rasa sakit
sakaratul maut; sementara lidah tiba-tiba menjadi bisu. Seluruh anggota tubuh
menjadi lemah. Orang yang berada sakaratul maut berharap untuk dapat
beristirahat sejenak melalui erangan dan teriakan atau melalui cara lain. Akan
tetapi ia tidak mampu melakukannya. Kalaupun masih tersisa kekuatan, pasti saat
ruh dicabut dan diangkat dari dalam tubuh akan terdengar gerengan dan suara
kerongkongan dan dadanya. Namun, saat itu warna tubuhnya sudah berubah dan rasa
sakit sudah menyerang seluruh tubuhnya, bagian luar maupun bagian
dalamnya. Hingga akhirnya bagian hitam matanya naik sampai menyentuh kelopak
mata, sementara lidah tertarik ke dalam hingga pangkalnya dan jari jemari juga
menjadi kaku.
Maka, jangan ditanya lagi kondisi orang tersebut tatkala urat-uratnya
seperti tercabut satu persatu. Masing-masing anggota tubuh kemudian mulai
menjadi mati secara bertahap. Mulanya kedua kaki menjadi dingin, lalu kedua
betisnya, kemudian kedua pahanya. Masing-masing anggota tubuh mengalami sakaratul
maut dan mengalami musibah rasa sakit pada saat itu, hingga nyawa sampai di
kerongkongan. Pada saat itulah pandangannya terhadap dunia dan penghuninya
mulai sirna, dan pintu tobat pun sudah tertutup baginya. Dan tinggallah
penyesalan dan kekecewaan yang mendalam menggelayuti dirinya.
Saudaraku tercinta, tidakkah engkau mengetahui bahwa kunjungan malaikat
maut itu adalah sesuatu yang pasti ? telah ditakdirkan semenjak masa azali,
panjang ataupun pendek umur kita ? Tidakkah kita menyadari bahwa kita semua hanya
musafir yang akhirnya akan sampai tujuan dan meninggalkan perjalanannya ?
Tidakkah kita menyadari bahwa perputaran hidup ini pasti berhenti, dan
perputaran usia semakin mendekati penghujungnya ?.
Tidakkah kita menyadari bahwa
setelah kunjungannya kita tidak akan mampu lagi melakukan satu kebajikan
sekalipun ? kita tidak akan mampu shalat dua rokaat sekalipun ? Kita tidak akan mampu membaca al-Qur'an satu ayatpun ? Kita tidak akan
mampu bertasbih, bertahmid, bertahlil, atau beristighfar satu kalipun. Kita
tidak akan mampu berpuasa seharipun, atau bersedekah meski sepeserpun. Kita
tidak akan mampu melakukan haji ataupun umroh lagi. Waktu beramal telah
berlalu, yang tertinggal adalah hisab dan pembalasan terhadap kebajikan atau
dosa-dosa.
Rasulullah solallahu ‘alaihi wassalam bersabda : "Perbanyaklah
olehmu mengingat penghancur kenikmatan yaitu : mengingat kematian". HR.
Tirmidzi dan Nasa'i dan Ibnu Hibban menshohihkannya.
Saudaraku...Manakah persiapan kita untuk berjumpa dengan malaikat maut ?
Manakah persiapan kita untuk menghadapi hal-hal dahsyat sesudah kematian ?
Dalam kubur, saat ditanya oleh dua malaikat, saat di Padang Mahsyar, saat
hisab, saat dibukanya lembaran catatan amal perbuatan, saat meniti jembatan Ash-Shiroth,
dan saat berdiri di hadapan Allah 'Aza wa Jalla.
Di waktu yang baik, sehabis shalat,
sebelum tidur, saat mentadaburi ayat-ayat-Nya ataupun di penghujung malam
ketika kita bersimpuh pasrah di hadapan-Nya, pernahkah terbayang seandainya
saja kita mati dalam keadaan yang buruk, mati dalam kubangan lumpur
kemaksiatan, mati dalam keadaan su'ul khatimah, sedangkan kita belum sempat
untuk bertobat ? dan siapkah kita menanggung azab kubur yang mengerikan ?
na'udzubillah min dzalik wallahu a'lam bisshowab.¨
0 Komentar